Rabu, 03 Desember 2014

Jenis-jenis Perubahan Makna



JENIS-JENIS PERUBAHAN MAKNA
Diajukan sebagai Syarat Memenuhi Tugas  Kelompok Mata Kuliah Semantik
Dosen Pengampu
Dra. Amriani Amir, M.Hum./Dra. Sesilia Saman, M.Pd.
oleh
Kelompok XIII Kelas  IV A Reguler A
Wawan Ade Putra                              NIM    F11111018
Anggi Windi Asih                               NIM    F11111023
Indah Wulandari                                 NIM    F11111045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2013







KATA PENGANTAR
Segala ucapan syukur hanya untuk Tuhan Yang Maha Esa karena kasih sayangnya kami masih diberi kesehatan untuk dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Semantik. Tugas ini merupakan tugas terstruktur kelompok. Kami berharap pembuatan tugas kami dalam bentuk makalah ini dapat berguna bagi pembaca.
Makalah kami berisi tentang Jenis-Jenis Perubahan Makna. Jenis-jenis Perubahan Makna dalam makalah kami ini kami susun berdasarkan literatur buku dalam bidang Semantik ditambah beberapa literatur yang kami peroleh dari media internet. Pembuatan makalah kami ini juga berdasarkan hasil diskusi kelompok kami yaitu Kelompok XIII.
Terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Semantik, Dra. Amriani Amir, M.Hum. dan Dra. Sesilia Saman, M.Pd. Oleh karena bimbingan dan pengarahan dari  Ibu  makalah ini dapat tersusun. Terima kasih juga kami ucapkan pada teman-teman kelas IV A Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, karena telah memberi dukungan serta bantuan untuk kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Segala kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah-makalah kami selanjutnya.

                                                                        Pontianak, Mei 2013

                                                                        Kelompok XIII

i
                                               
DAFTAR ISI
                                                                                                                       halaman
Kata Pengantar...................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan................................................................................................ 1
A.    Latar belakang........................................................................................... 1
B.     Permasalah................................................................................................. 1
Bab II Pembahasan ..............................................................................................  2
A.    Perubahan Makna Bersifat Meluas............................................................ 2
B.     Perubahan Makna Bersifat Menyempit..................................................... 4
C.     Perubahan Makna Bersifat Total............................................................... 5
D.    Perubahan Makna Bersifat Penghalusan (Eufemisme).............................. 6
E.     Perubahan Makna Bersifat Pengasaran..................................................... 7
Bab III Penutup.................................................................................................... 10
A.    Kesimpulan................................................................................................ 10
Daftar Pustaka....................................................................................................... 12






ii
 


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi manusia. Seperti halnya manusia yang terus mengalami perkembangan peradaban, bahasa sebagai alat komunikasi juga terus mengalami perkembangan. Hal ini menjadi wajar karena baik manusia maupun bahasa tidak statis. Keduanya merupakan hal yang bersifat dinamis.
Kedinamisan ini menyebabkan banyak perubahan seiring waktu. Manusia berkomunikasi tiap zaman sesuai dengan perkembangan kehidupan, yang pada akhirnya juga mengubah bahasa yang manusia gunakan. Oleh karena itu, perkembangan manusia dan perkembangan bahasa selalu bersifat linear.
Perubahan dalam aspek kebahasaan ini menyangkut perubahan makna. Perubahan makna ini tidak semua bersifat umum. Ada kata yang mengalami pengkhususan, perubahan total, dan sebagainya. Segala perubahan ini pada akhirnya semakin menunjukkan eksistensi bahasa di tengah pola komunikasi manusia yang merupakan makhluk sosial dan selalu berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya.

B.     Masalah
Permasalahan yang kami bahas dalam makalah kami ini di antaranya :
1.      Bagaimana para ahli memandang perubahan bahasa?
2.      Apa saja klasifikasi jenis perubahan makna menurut Chaer?
3.      Bagaimana klasifikasi perubahan makna menurut Aminuddin?
1
 
BAB II
PEMBAHASAN

Lebih 70 tahun yang lalu, Edward Sapir memperkenalkan konsep baru yang berharga ke dalam linguistik. Ia menulis :
“Bahasa bergerak terus sepanjang waktu membentuk dirinya sendiri. Ia mempunyai gerak mengalir....tak satu pun yang sama sekali statis. Tiap kata, tiap unsur gramatikal, tiap bahasa, bunyi dan aksen merupakan konfigurasi yang berubah secara pelan-pelan, dibentuk oleh getar yang tidak tampak dan impersonal, yang merupakan hidupnya bahasa”.  (Stephen Ullmann, diadaptasi oleh Sumarsono :
2012 : 247).
Hal ini sesuai dengan pendapat Chaer, ia menjelaskan bahwa satu di antara sifat bahasa yaitu sangat dinamis,  sehingga sebuah bahasa biasanya tumbuh dan berkembang mengubah makna, baik menglobal atau juga sebaliknya. Menurut Abdul Chaer (2009: 140), jenis – jenis perubahan makna dibagi menjadi lima, yaitu perubahan makna yang sifatnya menghalus,perubahan makna yang sifatnya meluas, perubahan makna yang sifatnya menyempit, perubahan makna yang sifatnya halus, perubahan yang sifatnya mengasar,  dan perubahan yang sifatnya total.
Hal serupa mengenai kedinamisan bahasa diungkapkan oleh Mansoer Pateda yang menganggap perubahan bahasa akibat dari bahasa yang dinamis sesuai dengan sifat manusia. Perubahan makna yang menampak dalam kata-kata adalah akibat perkembangan kebutuhan manusia sebagai pemakai bahasa (Pateda : 2010 : 160).

A.    Perubahan Makna Bersifat Meluas
2
Yang dimaksud dengan perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah  ‘makna’, tetapi kemudian karena berbagai faktor, menjadi memiliki makna – makna yang  lain.  Umpamanya kata saudara, pada mulanya hanya bermakna  ‘seperut’ atau ‘sekandungan’. Kemudian, maknanya berkembang menjadi  ‘siapa saja yang sepertalian darah’. Akibatnya, anak paman pun disebut  saudara.
3
Lebih jauh lagi siapapun yang masih mempunyai kesamaaan asal-usul disebut juga saudara. Bahkan, kini siapapun yang kita kenal disebut saudara. Berikut adalah contoh pemakaian kata saudara dengan makna – makna yang berbeda.
1.      Saudara saya hanya dua orang.
Makna  saudara pada kalimat ini adalah ‘sekandungan’.
2.      Surat  Saudara  sudah saya terima.
Makna saudara pada kalimat ini adalah orang yang mengirimkan surat.
3.      Sebetulnya  dia masih saudara saya, tapi sudah  agak jauh.
Maknasaudara  pada kalimat ini adalah keluarga
4.      Bingkisan untuk saudara-saudara kita di Timor Timur.
Makna saudara-saudara pada kalimat ini adalah orang-orang yang tinggal di Timor Timur.
5.      Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, marilah…
Makna saudara – saudara pada kalimat ini adalah orang – orang yang sebangsa dan setanah air.
Kemudian, ada juga contoh perubahan makna yang bersifat meluas lainnya. Contohnya:
Kata petani dulu dipakai untuk seseorang yang bekerja dan menggantungkan hidupnya dari mengerjakan sawah, tetapi sekarang kata tersebut dipakai untuk keadaan yang lebih luas. Penggunaan pengertian petani ikan, petani tambak, petani lele merupakan bukti bahwa kata petani meluas penggunaannya.
Contoh selanjutnya adalah pada kata baju. Sebenarnya pada mulanya hanya bermakna ‘pakaian sebelah atas dan pinggang sampai ke bahu’ seperti pada frasa baju batik, baju safari, baju lengan panjang, dan sebagainya. Namun, pada kalimat murid-murid memakai baju seragam, kata baju pada kalimat ini maknanya berubah dan meluas menjadi celana, baju, topi, dasi, dan sepatu. Begitu juga halnya dengan frasa baju olahraga, baju dinas, dan baju militer.
4
Selain itu, ada juga kata mencetak yang pada mulanya hanya digunakan  pada bidang penerbitan buku, majalah, atau koran. Kemudian maknanya meluas seperti pada kalimat-kalimat berikut:
1.      Persija tidak berhasil mencetak satu gol pun.
Makna mencetak pada kalimat ini adalah ‘membuat’ atau ‘menghasilkan’.
2.      Pemerintah akan mencetak sawah – sawah baru
Makna meencetak pada kalimat ini adalah ‘membuat’
3.      Kabarnya dokter dapat mencetak uang dengan mudah
Makna mencetak pada kalmat ini adalah ‘memperoleh’, ‘mencari’, atau  ‘mengumpulkan’
Jadi, dapat disimpulkan bahwa setiap kata akan berubah maknanya sesuai dengan kata yang mengikutinya dalam bentuk tekstual. Hal  yang perlu diperhatikan adalah bahwa makna-makna lain yang terjadi sebagai hasil perluasan itu masih berada dalam lingkup poliseminya, sehingga makna-makna itu masih ada hubungannya dengan makna asalnya.

B.     Perubahan Makna Bersifat Menyempit
Yang dimaksud dengan perubahan makna yang menyempit adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna. Misalnya pada kata sarjana yang semulanya berarti ‘orang pandai’ atau  ‘cendekiawan’ kemudian hanya berarti  ‘orang yang lulus kuliah atau perguruan tinggi’, seperti yang tampak pada sarjana sastra, sarjana ekonomi, dan sarjana apapun. Contoh lainnya adalah pada kata ahli yang awal mulanya berarti ‘orang yang termasuk dalam satu kehidupan keluarga’, dan juga ahli kubur yang bermakna ‘orang-orang yang sudah dikubur’. Kini, kata ahli sudah menyempit maknanya karena hanya bermakna ‘orang yang
5
pandai dalam satu cabang ilmu atau kepandaian’ seperti tampak pada frasa ahli sejarah, ahli purbakala, ahli bedah, dan lainnya.
Begitu juga dengan kata pendeta, yang makna aslinya adalah orang yang berilmu. Dalam bahasa Malaysia masih ada sisanya, yaitu Za’ba, seorang tokoh penulis tata bahasa Melayu yang sering disebut sebagai pendeta bahasa. Namun, dalam bahasa Indonesia kata pendeta sudah menyempit maknanya menjadi ‘guru agama kristen.

C.    Perubahan Makna  Bersifat Total
Yang dimaksud dengan parubahan total adalah berubahnya sama sekali makna sebuah kata dan makna asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya makna asal, tapi sangkut pautnya ini tampak sudah jauh sekali. Misalnya, kata ceramah awalnya bermakna ‘cerewet’ atau ‘banyak cakap’, tapi kini berarti ‘pidato atau uraian’ mengenai suatu hal yang disampaikan di depan orang banyak.  Contoh lain, pada kata seni yang pada mulanya selalu dihubungkan denga air seni atau kencing. Namun, kini digunakan sepadan dengan makna kata Belanda kunst atau kata  Inggris art, yaitu untuk memaknai karya aau ciptaan yang bernilai halus. Misalnya, digunakan dalam frasa seni lukis, seni tari, seni suara, dan seni ukir.  Juga kata pena yang pada mulanya berarti ‘bulu’. Kini maknanya sudah berubah total karena kata pena bermakna ‘alat tulis yang menggunakan tinta’. Hal ini berdasarkan sejarah  yang dulunya orang menulis dengan tinta menggunakan bulu ayam atau bulu angsa sebagai alatnya sedangkan bulu dalam bahasa Sanskerta disebut pena.
Kata canggih dengan makna seperti yang digunakan sekarang ini merupakan contoh lain dari kata-kata yang maknanya telah berubah secara total. Dalam kamus Poerwadarminta, kamus Sutan Mohammad Zain, dan kamus Pusat Bahasa (yang tergolong baru, terbit 1983) kata canggih adalah  bermakna ‘banyak cakap’, ‘bawel’, ‘cerewet’. Tidak ada makna seperti ini yang kita dapati dalam fras peralatan canggih, teknologi canggih, dan mesin – mesin canggih. Namun, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata canggih dengan makna seperti itu telah dimuat.
D.   
6
Perubahan Makna Bersifat Penghalusan (Eufimisme)
Dalam pembicaraan makna kata yang meluas, menyempit atau berubah secara total, kita berhadapan dengan sebuah kata atau sebuah bentuk yang tetap. Hanyakonsep makna mengenai kata atau bentuk itu yang berubah. Dalam pembicaraan mengenai penghalusan ini, kita berhadapan dengan gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus, atau lebih sopandaripada yang akan digantikan. Kecenderungan untuk menghaluskan makna kata tampaknya merupakan gejala umum dalam masyarakat bahasa Indonesia. Misalnya kata penjara atau bui diganti dengan kata/ungkapan yang maknanya dianggap lebih halus yaitu Lembaga Pemasyarakatan. Kata korupsi diganti dengan menyalahgunakan jabatan, kata pemecatan (dari pekerjaan)  diganti  dengan pemutusan hubungan kerja (PHK), kata babu diganti dengan pembantu rumah tangga dan kini diganti lagi menjadi  pramuwisma. Kata kenaikan harga diganti dengan perubahan harga atau penyesuaian tarif, atau juga pemberlakuan tarif baru.
Gejala penghalusan makna ini bukan barang baru dalam masyarakat Indonesia. Orang-orang dulu yang karena kepercayaan atau sebab-sebab lainnya akan mengganti kata buaya atau harimau dengan kata nenek, mengganti kata uar dengan kata akar atau oyod. Lalu, pada tahun lima puluhan pun banyak usaha dilakukan untuk penghalusan ini. Misalnya buta diganti dengan tuna netra, tuli diganti dengan tuna rungu,  dan gelandangan diganti dengan tuna wisma.



E.    
7
Perubahan  Makna  Bersifat  Pengasaran
Sama halnya dengan jenis perubahan makna yang pertama dan yang kedua yang saling berlawanan, yaitu perubahan makna bersifat meluas dan menyempit, maka pada jenis perubahan makna yang keempat dan kelima pun saling berlawanan, yaitu jenis perubahan makna bersifat penghalusan dan perubahan makna bersifat pengasaran. Perubahan makna bersifat pengasaran (disfemisme), yaitu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan orang dalam situasi yang tidak ramah dan untuk menunjukkan kejengkelan. Misalnya, pada kata masuk kotak dipakai untuk mengganti kata kalah seperti dalam kalimat Liem Swie King sudah masuk kotak, kata mendepak dipakai untuk mengganti kata mengeluarkan seperti dalam kalimat Dia berhasil mendepak bapak  A dari kedudukannya.
Begitu juga dengan kata menjebloskan  yang dipakai untuk menggantikan kata memasukkan seperti dalam kalimat “Polisi menjebloskannya ke dalam sel”.Namun, banyak juga kata yang bernilai kasar yang sengaja digunakan untuk lebih memberi tekanan, tetapi tanpa terasa  kekasarannya. Misalnya, kata menggodol yang biasa dipakai untuk binatang seperti anjing menggodol tulang, tetapi digunakan seperti dalam kalimat “akhirnya regu bulu tangkis kita berhasil menggondol pulang piala Thomas Cup itu. Juga kata mencuri yang dipakai dalam kalimat “kontingen  Suriname berhasil mencuri satu medali emas dari kolam renang padahal sebenarnya perbuatan mencuri aalah suatu tindakan kejahatan yang dapat diancam hukuman penjara. Selain itu, ada juga kata biniyang bermakna istri yang pada masa lampau dianggap baik, tetapi sekarang dirasakan kasar. Kata kabur juga dianggap baik pada masa lampau yang bermakna lari, tetapi sekarang dirasakan kurang baik hingga diganti menghilang.

8
Sementera itu, menurut Aminuddin, perkembangan , pergeseran, atau bahkan perubahan makna dapat terjadi secara meluas, yakni bila suatu bentuk kebahasaan mengalami berbagai penambahan maknayang keseluruhannya digunakan secara umum. Kata menarik yang semula berkaitan dengan tali, maknanya meluas sehingga dapat pula diartikan “cantik”, “cakap”, “simpatik”, “ganteng”, “menyenangkan”, “baik”, maupun “menjadi anggota”.
Perubahan makna dapat pulamenyempit, yakni apabila makna suatu kata semakin memiliki spesifikasi ataupun spesilisasi. Kata guru misalnya, pada mulanya dapat diartikan “pembimbing rohani”, “pengajar silat”, sehingga dikenal pula kata “peguron”, akhirnya memiliki pegertian khusus “pengajar di sekolah” sebagai satu di antara bidang profesi.
Makna kata menurut Aminuddin, dapat pula mengalami pergeseran akibat adanya sikap dan penilaian tertentu masyarakat pemakainya. Dalam hal ini makna kata dapat mengalami adanya degradasi atau penyorasi, yakni apabila makna suatu kata akhirnya dianggap memiliki nilai rendah atau konotasi negatif. Kata ngamar semula mengandung makna “berada di kamar”, tetapi akhirnya dapat mengandung pengertian negatif sehingga pemakaiannya pun berusaha dihindari. Perubahan akibat adanya sikap dan penilaian tertentu masyarakat pemakainya ini selanjutnya elevasi atau ameliorasi, yakni bila suatu kata memiki makna yang memiliki nilai maupun konotasi lebih baik dari makna sebelumnya. Kata yang mengalami elevasi misalnya, kata gambaran yang semua hanya mengandung makna “hasil kegiatan menggambar”  kini akhirnya kata ini memiliki makna “pembayangan secara imajinatif”.



9
Kata-kata yang dapat mengalami perkembangan, pergeseran, maupun perubahan makna umumnya terbatas pada bentuk full words atau otosemantik, yakni kata yang telah mengandung makna penuh. Sedangkan untuk bentuk form words atau sinsemantik, yakni kata-kata yang memiliki makna setelah digabungkan dengan bentuk atau kata lainnya, hanya mengalami peningkatan atau penurunan dalam frekuensi pemakaian. (Aminuddin : 2011 : 130—131).















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut Abdul Chaer (2009: 140), jenis – jenis perubahan makna dibagi menjadi lima, yaitu perubahan makna yang sifatnya menghalus,perubahan makna yang sifatnya meluas, perubahan makna yang sifatnya menyempit, perubahan makna yang sifatnya halus, perubahan yang sifatnya mengasar,  dan perubahan yang sifatnya total.
a.       Perubahan Makna Bersifat Meluas, yang dimaksud dengan perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah  ‘makna’, tetapi kemudian karena berbagai faktor, menjadi memiliki makna-makna yang  lain. 
b.      Perubahan Makna Bersifat Menyempit, yang dimaksud dengan perubahan makna yang menyempit adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna.
c.       Perubahan Makna  Bersifat Total, yang dimaksud dengan parubahan total adalah berubahnya sama sekali makna sebuah kata dan makna asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya makna asal, tapi sangkut pautnya ini tampak sudah jauh sekali.
d.      Perubahan Makna Bersifat Penghalusan (Eufimisme), pada perubahan makna ini  kita berhadapan dengan gejala ditampilkannya kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna yang lebih halus, atau lebih sopandaripada yang akan digantikan. Kecenderungan untuk menghaluskan makna kata tampaknya merupakan gejala umum dalam masyarakat bahasa Indonesia.
10
 
e.     
11
Perubahan  Makna  Bersifat  Pengasaran, perubahan makna bersifat pengasaran (disfemisme), yaitu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar.


































DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2011. Semantik : Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung : Sinar Baru Algesindo.
Chaer, Abdul. 2009. Semantik : Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal. Jakarta : Rineka Cipta.
Ulmann, Stephen, diadaptasi oleh Sumarsono. 2012. Pengantar Semantik.   Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Wawan, Arwani. 2013. Perubahan Makna Bahasa Indonesia. (online). (http://edukasi.kompasiana.com/2013/6/5/perubahan makna bahasa Indonesia.html, diunduh 6 Mei 2013).












12
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger